Kali ini saya ingin menceritakan peristiwa berkesan saat pengumuman penerimaan calon santri.
Saat pendaftaran sebetulnya sudah ada jadwal bahwa pengumuman kelulusan akan diadakan pada hari Sabtu, 1 Agustus 2015. Sementara ujian tulis waktu itu diadakan pada hari senin 27 Juli 2015. Karena pengumuman hari sabtu 1, maka saya berencana akan datang ke sana bersama suami dan kedua anakku (adiknya sulung) pada hari jumat malam. Yaitu setelah suami pulang kerja. Dengan berangkat malam harapannya akan sampai di Ponorogo pagi dihari berikutnya (Sabtu pagi).
Tiba-tiba malam sehabis shalat maghrib, hari Rabu si sulung telepon, mengabarkan bahwa pengumuman dimajukan hari Kamis pagi (jam 7.30). Deg, saya bingung, bagaimana ke sananya?
Mendadak, sementara suami juga tidak bisa lagi ambil cuti. Setelah kupikir masak2 tidak ingin melewatkan moment bersejarah tersebut, saya nekat berangkat malam itu juga. Suami awalnya kurang setuju, karena saya harus membawa 2 anak kecil (3,5th dan 7 th) yang tentunya amat sangat repot. Tapi setelah saya meyakinkan pada suami bahwa saya bisa mengatasinya, dengan berat hati suami menyetujuinya.
Jam 9 malam, setelah anak2 kusuapi aku segera menyiapkan baju ganti, serta beberapa bekal selama perjalanan dibantu oleh suami.
Tepat jam 10 malam saya diantar suami ke termial Bungurasih. Rencananya pinginnya naik yang ekonomi biar hemat, tapi ternyata kosong, yang ada satu-satunya adalah bis patas dengan tarip 2 kali lebih mahal dibandingkan yg ekonomi. Ya sudah apa boleh buat, yang penting bisa sampai Ponorogo.
Karena menunggu penumpang, bis baru berangkat jam 1 dini hari. Suami sudah kusuruh pulang duluan, kasihan karena besok paginya harus masuk kerja.
Untung nggak terlalu repot bawa 2 anak kecil. Karena malam mereka mengantuk, jadi tidur terus sepanjang perjalanan. Saya... nggak apa-apa berjaga, yang penting selamat, aman dan bisa ngatasi bawa anak2.
Sepanjang perjalanan hati ini selalu deg2an. Membanyangkan besok pagi pengumuman. Rasanya nggak sabar menunggu detik demi detik jalannya jarum jam. Tak henti-hentinya saya berdoa, semoga Mas Davesh diterima masuk Gontor.
Alhamdullilah perjalanan lancar. Jam 5.00 saya sampai Ponorogo. Tas Ransel ku taruh dipunggung, sementara si bungsu ku gendong di depan. Agak berat sich, tapi Alhamdulillah saya kuat. Karena nggak masuk terminal jadi saya turun diperempatan dekat pos polisi. Di situ ada tukang ojek yang mangkal. Setelah tanya2 ternyata harganya jauh lebih mahal dari yang semestinya. Biasanya jaraj segitu hanya 30rb, tapi ini mintanya 50rb. Nggak apa-apa dech yang penting segera sampai. Saya juga nggak terlalu ulet nawar.
Karena masih pagi, saya berniat mencari penginapan. Pilihan pertama adalah penginapan terdekat, ternyata sudah penuh. Bahkan banyak yang bikin tenda dan gelar tikar dilapangan atau di depan penginapan (Asrama wali).
Ya udah terpaksa mencari ke tempat lain. Jalannya lumayan jauh dari pondok, apalagi saya semalam nggak tidur sama sekali, membawa beban berat tas ransel dan menggendong anak di depan, rasanya badan kayak mau ambruk. Alhamdulillah, anakku yang tengah meski masih berumur 7 th tidak rewel. Ia mau saja saya ajak jalan. Hingga akhirnya sampai di wisma darussalam. Yaitu wisma milik pondok yang berada di luar pondok, namun berbayar. Kalau wisma/ asrama wali yang berada dilingkungan pondok gratis. Karena memang dipersiapkan untuk penginapan para wali santri. Hanya sayangnya kamar di wisma terakhir ini juga penuh. Karena nggak mungkin lagi saya berjalan mencari penginapan, akhirnya saya menerima tempat di hall. Di hall inipun matras juga habis, ya sudah nggak apa-apa di atas karpetpun boleh yang penting bisa selonjor, rebahan sebentar dan bisa mandi.
Setelah mandi dan nyuapi anak2 dengan nasi ayam yang kubeli diluar wisma. Sayapun segera berangkat ke pondok. Kebetulan ketemu dengan teman, yang anak bungsunya satu sekolah dengan anak saya. Jadinya kita banyak ngobrol, dan berangkat bareng ke pondok. Tepat jam 7.00, setengah jam sebelum pengumuman saya sampai pondok. Disana sudah penuh dengan para wali santri. Saat para wali masih asyik mencari2cari anaknya dan sibuk foto2 saya segera mengambil tempat duduk depan yang masih kosong. Alhamdulillah dapat yang nyaman. Tidak dikursi, tapi bisa selonjor dan membiarkan kedua anak tiduran, yang akhirnya memang tidur beneran. Karenya banyaknya yang hadir, saya dan teman tersebut terpisah.
jam 7.30 kami semua (Wali santri, calon santri, para pengurus, serta pimpinan pondok) berkumpul untuk mendengar pengumuman yang akan dibacakan satu persatu nomor ujian terhadap 2000 lebih siswa yang akan diterima di Gontor 1 (Ponorogo), Gontor 2 (Ponorogo), Gontor 3 (Kediri), 5 (Banyuwangi), 6 (Magelang), serta yang tidak lulus. Jumlah yang hadir dalam acara mencapai lebih dari 6000 orang, termasuk calon santri. wali calon santri, serta kakak kelas yang bertugas sebagai pengurus, dan juga pimpinan pondok.
Sejak urutan nomor 1, 2, dibacakan banyak wali santri yang menangis haru, menangis dengan harap-harap cemas, termasuk saya. Rasanya jantung ini serasa terlepas sendiri, dan airmata tak bisa terbendung mendengar setiap nomor ujian yang dibaca. Disetiap detiknya tak henti2nya saya berdoa "Ya Allah, atas KuasaMu ijinkan putra Hamba belajar di sini. Namun jika bukan ini yang terbaik buatnya, beri keiklhasan dan kesabaran menerima kegagalan, Allahuakbar....".
Tiba diurutan angka mencapai 700, hingga nomor anak saya disebut. Subhanallah,.... Alhamdulillah... rasa dihati ini nggak bisa diungkapkan lagi. Terimakasih Ya Allah. Badanku serasa melayang, bahagianya luar biasa, aku terharu. Tapi ekspresiku tetap diam duduk tenang ditempat dengan menahan segala gejolak perasaan yang bercampur aduk. Tangisku kutahan agar tidak bersuara, hingga tenggorkan rasanya sakit banget. karena memang demikianlah peraturannya, apapun yang terjadi hadirin harus berusaha tetap tenang, dan duduk ditempatnya. Aku berpikir, mungkin inilah salah satu pelajaran disiplin yang diterapkan di pondok. Hingga yang terlihar semua masih terlihat tetap duduk tenang dan tertib meski kebanyakan wali calon santri menangis sesenggukan. Tidak cuma ibu2, tetapi bapak2 juga banyak yang mengeluarkan airmata.
Setelah acara pengumuman, satu hal yang hingga kini aku masih mengeluarkan airmata saat mengingatya yaitu pada mereka yang tidak lulus. Anak, bapak dan ibu berpelukan menangis saling menguatkan. Pemandangan ini sangat miris untuk dilihat. Mereka datang jauh2 dengan penuh harap tentunya, tapi yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Meski 90% kelulusan, namun angka 267 yang tidak lulus terasa begitu banyak buatku.
Setelah pembacaan pemgumuman, para wali capel belum boleh menemui putranya. Mereka menggiring anak2 yang lulus untuk sujud syukur di masjid. Lalu acara langsung berlanjut ke pembagian kelas. Capel yang lulus dipanggil satu persatu masuk ruangan.
Segera kutelepon suami mengabarkan berita bahagia ini dengan kalimat terbata-bata karena sambil nangis. haha... lebay ya. Terus terang mendengar berita yang tidak lulus berjumlah 267 orang itu saja membuat saya keder, takut kalau2 termasuk yang nggak lulus. Tapi Alhamdulillah lulus.
Tulisan lainnya:
Pendaftaran Gontor, Pengalamanku Bersama Sulung Bag. 2
Artikel Menarik Lainnya:
Surabaya Patata Pilihan Oleh oleh Surabaya
Artikel Menarik Lainnya:
Ingat ponakan yang juga masuk di gontor putri tahun ini
ReplyDeletewow... keponakannya ada yang masuk sana juga ya mbak.... Subhanallah....
DeletePengalaman ini ada setiap orang yang anaknya di Gontor. Tapi menceritakan atau mwndengarkan kembali, selalu merasa bahwa ini adalah cerita baru. Padahal anak saya saat ini (2017) sedang menunggu yudisium.
ReplyDeleteBetuul Pak ... setiap pengalaman wali santri lain selalu terasa menyisakan kenangan yang indah. Subhanallah ... sudah yudisium .... Barakallah!
DeleteSaat ini saya sedang mempersiapkan putra saya, serasa berada di sana saat membaca cerita ibu. Sangat terbayang perasaan sebagai orang tua.
ReplyDeletesemoga putranya keterima si dana ya bund ...
DeleteTanpa terasa membaca artikel ini saya pun meneteskan air mata..
ReplyDeleteKebetulan anak saya tahun kemaren di terima di g1.. waktu pengumuman saya g bisa hadir mendampingi..
TAPI waktu ibu nya telfon bahwa anak saya di terima di gontor, tanpa sadar saya di pabrik pun meluapkan kegembiraan saya..
Alhamdulillah ... keterima di gontor 1. selamat nggih!
Deletemoment yg di rasakan semua walisantri Gontor,,,,pengalaman yg membanggakan...dan tak kan pernah ada di sekolah2 lain
ReplyDeleteiya betul ... akan menjadi kenangan indah bagi ananda serta orang tuanya.
Deleteass...bunda ibsa share lag..ttg pengalaman belajar di gontor oleh putra bunda, kegiatan2 selama d gontor, suka duka nya,ssitem belajar dll...sbagai motivasi buat putra kami yg tahun ini 2017 akan mendaftar sbg capel gontor.
ReplyDeleteWaalaikumsalam ...
DeleteInsyaallah dalam waktu dekat akan saya usahakan share pengalaman yang lain lagi.
Putri sy juga mau ke gontor tahun ini.mohon doanya ya semua
ReplyDeleteBismillahirrahmanirrahim, Semoga putrinya diterima ya Bund.
Deletesubhanallah.... 2013 yg lalu saya juga merasakan hal yg sama di gontor putra dan di thn 2016 merasakannya kembali tapi di gontor putri dan alhamdulilah keduanya masuk di gontor pusat sekarang yg putra sudah kelas 6 mmg pengalaman yv mengesankan saya bicara dengan suami saya lbh baik saya merasakan melahirkan anak lagi dibanding harus mendengarkan pengumuman lagi di gontor ini mmg sungguh luar biasa
ReplyDeleteiya mbak betuul ... rasanya itu lho, nggak terlupakan harunya
Delete