Assalamualaikum, Wr, Wb.
Postingan ini saya buat sebagai bentuk rasa haru dan bahagia saya, yang tidak saya sadari bahwa ternyata saya tidak pernah dimarahi suami meski sudah menikah selama 14 tahun lebih, hampir 15 tahun.
Ceritanya, dua hari yang lalu saya mengikuti seminar parenting oleh Ustadz Cahyadi Takariawan bersama sang istri Ustadzah Ida Nur Laila.
Tema yang dibahas adalah "Keluarga Kunci Sukses Ananda". Dimana sebagai orang tua kita harus bisa dan jeli melihat peluang cara mendidik yang bagaimana yang mampu menghantarkan anak-anak menjadi sukses dunia dan akhirat. Diantaranya adalah sebagai pasangan (suami, istri), kita harus kompak. Harus memiliki
misi dan visi yang sama. Dengan menyamakan misi dan visi ini, maka kita bisa memiliki pola asuh yang sesuai. Dalam prakteknya, sebagai orang tua kita harus bisa menahan dan mengendalikan emosi saat menghadapi anak. Sebaiknya jngan ada amarah. Karena marah adalah bukan bagian dari pendidikan. sehingga jika ada orang tua yang bilang, "Saya marahi dia ... biar dia tahu ... ". Adalah kurang tepat. Karena marah adalah sebuah pelampiasan emosi sesaat. Dan ini justru yang akan membentangkan jarak antara orangtua dan anak. Kedekatan orang tua dan anak akan semakin jauh, sehingga kata-kata orang tua tak lagi mendapat perhatian anak.
Berkaitan dengan topik marah, Ustadz Cahyadi bertanya, "Siapa dari bapak-bapak yang tidak pernah dimarahi Istri?.
Saya menunggu, barangkali ada bapak yang angkat tangan. Sayapun menoleh ke suami, dalam hati bertanya-tanya, "Kira-kira angkat tangan apa nggak ya?".
"Ah ... ternyata enggak!", saya evaluasi diri, "Ooo iya saya pernah marah. Hehe ...".
Ustadz Cahyadipun mengulangi pertanyaan. Dan memang benar, tak ada satupun bapak yang angkat tangan. Itu artinya tak ada satupun istri yang tidak pernah marah pada suaminya. Duuh ... kasihan juga ya bapak-bapak! *jadi baper
Lalu Ustadz Cahyadi bertanya pada kelompok ibu-ibu. "Siapa diantara ibu-ibu yang tidak pernah dimarahi oleh suami?". Sayapun angkat tangan. Lalu terdiam sejenak berpikir, dan bertanya pada diri sendiri, "Pernah nggak ya, dimarahi suami?"."Oh iya bener, nggak pernah dimarahi ...". Lalu sayapun dengan bangganya angkat tangan tinggi-tinggi, tanda bahagia. Bayangan saya kalaupun ada banyak ibu-ibu yang bahagia karena nggak pernah dimarahi oleh suaminya, saya termasuk didalamnya. Alhamdulillah ...
Ustadz Cahyadipun mempersilahkan bagi ibu-ibu yang merasa tidak pernah dimarahi oleh suaminya untuk maju ke depan. Saya maju ke depan. Karena kebertulan saya duduk dikursi paling depan sayapun melangkah lebih dulu ke depan. Lalu Ustadz meminta saya untuk memanggil suami. Saya panggil suami yang kebetulan duduk paling depan juga pada deretan kursi bapak-bapak.
Awalnya suami seperti menolak dan enggan saya panggil ke depan. Mungkin malu, harus maju ke depan menghadap lebih dari 500 orang peserta seminar.
Masya Allah ... Diluar dugaan, ternyata ibu-ibu yang angkat tangan hanya saya seorang diri. Sementara yang lainnya adalah kategori yang pernah dimarahi suami. Subhanallah .... saat itu saya baru menyadari bahwa selama ini Allah memberikan kenikmatan yang luar biasa dalam kehidupan pernikahan kami. Saya menjadi terharu .... akan kenikmatan Allah yang selama ini melingkupi rumah tangga kami dan tak begitu saya perhatikan. Tak kuasa air mata saya mengucur deras tanpa bisa dibendung, apalagi melihat suami saat kita sudah sama-sama di depan audien dan berhadapan terlihat meneteskan air mata pula, spontan kamipun berpelukan. Dan tangis kitapun pecah, meski kita berusaha menahannya sekuat tenaga.
Ustadz Cah-pun bertanya, "Bagaimana kok bisa tidak pernah marah pada istri?".
Juga pertanyaan ditujukan pada saya, "Kok bisa sampai nggak pernah dimarahi suami apa tipsnya?".
Sebetulnya ingin sekali saya menyampaikan "resep" agar tidak pernah dimarahi suami. Tapi karena saya ketika itu yang agak "Syok" mendapat apresiasi menjadi ibu satu-satunya yang tidak pernah dimarahi suami, maka melalui tulisan ini saya ingin menjabarkannya.
Sebetulnya bukan perasaan marahnya penekannya, tapi pada bagaimana kita menyapaikan rasa marah tersebut?
Pertama, tentang "marah" itu sendiri. Marah pada pasangan, bisa terjadi oleh beberapa sebab:
1. "Self Control" emosi (Kontrol diri).
Kontrol diri yang saya maksud adalah bagaimana cara seseorang melihat suatu permasalahan. Reaksi pertama: Ada seseorang yang tersinggung hanya karena dirinya diingatkan untuk mampir ke ATM sepulang kerja. Ada seorang istri yang mengingatkan suaminya untuk mampir ke ATM untuk mengambil transferan gaji. Seorang suami ada yang tersinggung, karena merasa di "Dikte", karena menurutnya tanpa disuruhpun ia pasti akan mengambilnya. Reaksi kedua: ada pula suami yang hanya tersenyum dan bilang, "Iya sayang ...." seraya mengecup kening istrinya. Lalu berangkat kerja.
Reaksi suami pertama menandakan self control yang kurang. Jika hal ini ditambah sang istri yang self controlnya juga kurang, maka reaksi istri akan dongkol. Ada rasa kecewa yang terpendam sesaat suaminya berangkat kerja. Karena rasa yang tersimpan dan tidak nyaman ini, maka akan terbawa hingga saat istri menghadapi anak atau sampai suami pulang kerja. Jawaban singkat yang tidak mengenakkan ini akan membuat pasangan merasa tersinggung. Mungkin anda (suami/istri) tidak menyadarinya, dan menganggap kecil permasalahan ini. Padahal tanpa disadari keduanya sedang membangun kebiasaan buruk, yaitu: membiarkan pasangan tersinggung. Dimana dari hal kecil ini akan berpotensi memunculkan kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya yang lebih besar.
Pada reaksi suami kedua, adanya self control yang bagus dari suami. Dimana suami menganggap apa yang disampaikan istrinya adalah bentuk perhatian. Tak perlu ada rasa tersinggung, Suami merasa apapun yang diucapkan istri yang bermakna positif, mau disampaikan berbisik, atau bersuara agak keras sekalipun, tetap dianggapnya sebagai perhatian. Ini akan berlaku sebaliknya, suami terhadap istri atau istri terhadap suami.
Intinya sebagai cara paling ampuh membantu pasangan untuk memperkuat "self control" emosi adalah kata-kata yang diucapkan sebagai penunjuk rasa perhatian, dan dibarengi dengan bahasa tubuh yang menyenangkan. Misalnya: cubitan lembut, belaian, tatapan yang menentramkan, atau senyuman.
2. Target system. Pasangan merasa kecewa.
Ini berkaitan dengan apa yang diharapkan suami/ istri terhadap pasangannya. Ada suami yang perfeksionis. Sepulang dari kerja ingin istrinya sudah menyiapkan segala keperluannya, termasuk handuk, teh bangat plus camilan, air hangat untuk mandi, dll. Rumah harus bersih, barang-barang rapi dan tak ada yang berantakan, Anak-anak sudah berpakaian rapi dan duduk manis di ruang tengah. Begitu papanya pulang tak boleh ada yang berisik. Bisa kita bayangkan, betapa sulitnya seorang istri selama 24 jam harus menjaga barang-barang tersebut tetap berada pada tempatnya. Sementara anak-anak dalam masa perkembangannya menuntut sikap aktif, kreatif, dan eksploratif.
Kondisi ini akan membuat sebagian besar suami lekas marah. Menganggap semua yang ada dihadapannya berantakan. Karena konsidi capek pinginnya semua permasalahan beres, tak ada yang salah. Semua sempurna sesuai dengan keinginannya. Sehingga jika tidak sesuai akan sangat membebani. Tapi ingat, justru target andalah yang sebetulnya membebani.
Mungkin akan lebih baik jika anda sedikit mengendorkan "Target system", dan menggantinya dengan toleransi sistem. Yaitu dengan mengajak anak-anak termasuk sang istri untuk bersama-sama merapikan kembali barang yang berantakan. Ketahuilah ... bahwa tak pernah anda bayangkan bagaimana bahagianya dan riangnya anak-anak saat membuat barang-barang tersebut berantakan? Mereka dengan senyum lebarnya membuat sebagai imajinasi saat mempermainkan barang-barang tersebut. Itu awalnya. Endingnya, buat pula anak-anak tetap tersenyum dan tertawa saat mengembalikannya. Percayalah .... istri tak akan mudah marah, jika suaminya tidak pemarah. dan sebaliknya. Suami tak akan marak, jika sang istri tidak marah. Deal khan Bu ... Pak ...?
3. Privacy. "Privasi pasangan terusik"
Pernikahan itu menyatukan dua hati. Jika seseorang sudah menikah, seharusnya tidak ada lagi "Kamu" dan "Aku" yang berkaitan kepemilikan. Tapi yang ada menjadi "Kita". Saya sependapat dengan oleh Ustadz Cah, "Jangan ada yang dirahasiakan!" dalam pernikahan. Memang, sebaiknya masing-masing pasangan menjadi "Plong" perasaannya, karena tidak perlu ada yang ditutup-tutupi. Tak ada yang dirahasiakan. Termasuk: password, dan sejenisnya. Karena setiap orang yang memiliki rahasia, maka ia akan berusaha berbohong untuk menutupi rahasianya. Dan jika seseorang telah berbohong di suatu hari, meski hanya sekali, maka ia akan membuat kebohongan-kebohongan lagi untuk menutupi kebohongan pertamanya suatu hari nanti.
Tips buat suami agar istri tidak mudah marah:
1. Jangan menunjukkan sikap tegang dan kaku. Tersenyumlah! Karena senyum suami akan meluluhkan amarah istri.
2. Tunjuukkan sikap perhatian. Kalimat-kalimat perhatian yang diberikan suami mampu menghilangkan kelelahan istri.
3. Beri pujian. Karena dengan pujian istri akan merasa lebih dihargai. Percayalah, jika istri merasa dihargai, maka ia akan ingin melakukan lebih baik lagi untuk menyenangkan suami.
4. Beri hadiah. Karena hadiah dari orang yang dicintai akan meyakinkan istri bahwa dirinya masih tetap dicintai.
5. Bersikaplah lembut pada istri. Karena hanya sikap lembutlah hati wanita itu akan luluh.
6. Jangan mengkhianatinya. Karena rasa dikhianati itu akan membakas sampai kapanpun dan nggak mudah hilang.
7. Teguslah dengan jelas, jangan dengan marah. Karena kemarahan suami akan memancing kemarahan istri.
Tips buat Istri agar suami tidak pernah marah:
1. Harus pandai membagi waktu. Jangan terlenakan oleh gadget.
2. Harus tahu hal yang disukai suami.
3. Jangan mengomel. Kemukakan dengan jelas tanpa emosi.
4. Curhatlah atau sharing dengan suami tentang bebagai permasalahan.
5. Mintalah suami menemani saat penting anda. Minimal untuk menunjukkan tentang jobdes atau kesibukan anda selama ia tidak disamping anda.
6. Suami juga butuh perhatian. Mulailah dengan membuatkan makanan kesukaannya.
7. Jangan terlalu menuntut pada hal yang sulit dilakukan suami. Sebaiknya setiap permasalahan pikirkan berdua jalan keluarnya.
8. Jangan hilangkan hal-hal kecil yang membuat anda dulu merasa sangat mencintainya. Misalnya; colekan sayang, lirikan, senyuman, cubitan mesra, dll. Bisa juga dengan kata-kata.
Sebagai pondasi, kembali ke kodrat masing-masing.
Istri/ suami, bagaimana menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab: menjaga setiap hubungan dengan baik: sebagai Makhluk ciptaan Allah (hubungan kita dengan Sang Pencipta), sebagai istri/ suami, sebagai ibu, dan sebagai masyarakat dengan lingkungan sosialnya (saudara, teman, tetangga, dll).
Ajaklah pasangan untuk selalu mendekat pada Allah. Dan cintailah pasangan karena Allah.
Semoga bermanfaat...
Wassalamualaikum, Wr. Wb.
SubhanALLAH... Luar biasa bunda sugi! Semoga keluarga bunda langgeng hingga kakek nenek y.. dan terima kasih telah berbagi pengalaman indahnya bersama kami. Sebuah ilmu yang patut di tiru.
ReplyDeleteSalam.
Amiin ....
DeleteAlhamdulillah. Salam balik mbak
Makasih tipsnya. Bunda Sugi hebat. Semoga samara.
ReplyDeleteKalau suami saya tidak marah, tapi saya yang kurang bisa mengontrol emosi alias marah. Hihi.. dianya santai saja menghadapi saya.
semua wanita itu hebat mbak. Mbak Rachma juga hebat. berhasil mmbuat suami tidak mudah marah. Doa yang sama untukmu juga ya mbak ..
Delete