Kali ini saya mau cerita tentang teman SD yang sering menjengkelkan. Haha ... lucu juga sich kalau mengingatnya. Sebenarnya masalahnya tidak terlalu serius membuat saya jengkel, tapi hanya karena saya sering di "Dipacokno" sama dia. Apa ya .. istilah lain dari "Dipacokno", hehe .... Ya pokoknya, temen-temen itu suka mengolokkan saya dengan menjodohkan saya sama anak tersebut. Menjodohkan di sini artinya, mengolokkan dengan cara menyebut, "Kamu pacarnya di itu ...", nah seperti itu.
Dan waktu itu, memang saya sensi banget kalo diolok-olok seperti itu. Rasanya kayak benci banget sama anak tersebut, termasuk sama yang mengolokkan. Hihi ... Padahal ... kalau saya ingat-ingat lagi, gimana sich ciri-ciri anak tersebut sebenarnya harusnya nggak gitu-gitu amat sich rasa jengkel saya. Mungkin karena saya merasa masih terlalu kecil untuk mendapat sebutan "pacaran". Karena dalam image saya, kata-kata pacaran itu bagi seorang pelajar nggak pantes. Terlihatnya kayak sekolah asal, terus hanya gaya-gayaan, nggak serius belajar, pokoknya yang jelek dech. Hihi ... mungkin karena pengaruh didikan orang tua juga sich, bahwa kalau masih sekolah nggak boleh pacaran. Nanti aja kalau udah kerja langsung nikah. Dan itu yang sering ditekankan pada kakak--kakak saya. Sehingga meski udah SMA nggak ada yang pacaran. OK, lanjut ya .. tentang ciri-ciri cowok kecil yang dipacokkan sama saya yaitu: anaknya kulitnya putih bersih, rambutnya tersisir rapi. Dibandingkan dengan temen-temen yang lainnya ia lebih menonjol dari segi penampilan. Terus badannya juga lebih bongsor dibandingkan teman-teman lainnya. Dia juga tergolong anak yang berprestasi. Baik dari segi ekstra seperti pramuka, maupun akademik. Ia selalu rangking 5 besar. Satu lagi, ia juga dari keluarga berada sehingga barang-barang yang ia pakai kualitasnya lebih dibandingkan teman lainnya.
Kalau sacara penampilan sudah OK, lalau apa yang membuat saya demikian membencinya? Itu anak seperti nggak punya malu, pemikiran saya waktu itu sich, Ya Allah ... kejamnya diriku. Bahkan saking bencinya saya sama anak tersebut, saya pernah menyebutnya "Maaf", monyet. Astaghfirullah .... ntah kenapa, itu anak memang nyebelin banget gaes .... Saya seringkali hampir nangis kalau diolok-olok dikatain pacarnya dia, tapi itu anak hanya senyum-senyum aja. Malahan semakin menjadi ikutan menggoda gitu, Ya ... Allah. Tahu nggak .... betapa tersiksanya diri saya ketika itu. Hampir-hampir saya nggak mau sekolah lagi.
Inikah yang disebut "Bulliying?" ... Tapi saya tau itu sebenarnya mereka khan nggak sunggguhan mengolok-olok ya? Mereka hanya menggoda karena senang-senang aja, dan ketawa-ketawa. Tapi saya tersiksa ....!
Puncaknya, waktu itu saya sakit. Kalau nggak salah saya kelas 3 SD. Habis kenaikkan kelas. Karena sakit, saya nggak masuk 1 Minggu. Temen-temen pada datang menjenguk. Hati saya senang dijenguk, bisa ketemu temen-temen. Tapi begitu ingat dia pasti ikut, muka saya jadi muram. Pinginnya rumah saya tutup, dan nggak terima tamu. haha .....
Tapi Alhamdulillah, saya agak lega karena sampai temen-temen pamitan saya tak melihatnya ikut. Entah kenapa, tumben juga dia nggak ikut.
Hari Senin, saya sudah merasa sehat dan masuk sekolah lagi. Semua buku sudah saya persiapkan juga persiapan untuk ikut uapacara hari Senin yaitu dasi dan topi nggak boleh ketinggalan.
Lalu tiba-tiba, teman sebangku saya bilang ketika saya hendak meletakkan tas. "Sekarang duduknya dipindah sama Bu Karyatin. Kamu disebelah sana sekarang. Aku di sini sama Agus" begitu temenku bilang.
Akupun berjalan ke arah bangku yang ditunjukkan temenku. Setelah tas saya letakkan di kolong bangku, sayapun duduk sambil mengambil buku pelajaran untuk melihat-lihat siapa tau ada PR yang belum dikerjakan. Tiba-tiba Si itu ... duduk disamping saya. Spontan saya berdiri dan bilang, "Lhoh kamu kok duduk di sini?".
"Aku memang di sini kok dudukku dari kemarin. Bu guru yang bilang" jawabnya tegas. Sesaat kemudian ia senyum-senyum.
Ya Allah ... Drama apa lagi ini? Rasanya pingin nangis meraung-raung saya. Serasa hidup begitu kejam. "Kenapa saya justru didekatkan dengan anak ini" rintih hati saya.
Entahlah gimana saya menjalani masa 1 tahun yang sangat menyiksa tersebut. Duduk dengan orang yang saya nggak selalu bikin hati jengkel.
Setelah lulus SD, lalu masuk SMP ternyata saya juga satu sekolah sama dia. Tapi untungnya tidak satu kelas. Dan ada keanehan di sini, saya tak lagi membencinya. Biasa aja sich, saya sama dia seperti sahabat aja.
Akhirnya bisa saya simpulkan, bahwa rasa benci saya itu sebenarnya lebih ditujukan karena olok-oloknya. Dan dia hanya senyum-senyum, yang menurut interpretasi saya sebuah sorakan kemenangan. Dan saya berada dipihak yang dikalahkan.
Nah, itulah akhir cerita ternyata di SD ada temen yang saya tidak suka bahkan sampai saya benci hanya karena hal sepele. Lucu juga mengingatnya masa itu, hehe ...
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah menggunakan blog ini sebagai referensi.