UA-83233104-1

Friday, 23 July 2021

Kusta Bukan Kutukan, Inilah akses kesehatan inklusif bagi disabilitas termasuk penderita kusta

 


Penyakit kusta atau lepra merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri. Yaitu bakteri mycobacterium leprae. penyakit ini jika tidak segera ditangani bisa menyebabkan luka yang serius atau kecacatan. Oleh karenanya gejala atau ciri-ciri penyakit kusta harus segera diketahui sedini mungkin sehingga bisa dilakukan lebih awal. 


Kusta tak hanya menyerang kulit, tapi juga sistem saraf perifer atau selaput lendir pada saluran pernafasan atas dan mata. 


Kemarin saya mengikuti Life YouTube yang diadakan oleh Ruang Publik KBR dengan menghadirkan 2 narasumber. Yaitu bpk Suwata dari Dinas Kesehatan Subang, dan Ardiansyah aktivis kusta/ ketua Permata Bulukumba. 


Berdasarkan data yang dilansir tidak tahun terakhir bahwa di Subang pada tahun 2018 terdapat 7 kasus atau 5% dari keseluruhan kasus yang ditemukan. Sementara di tahun 2019 terdapat 9 kasus atau 7,9% sementara di tahun 2020 terdapat 12 kasus atau 12% dari keseluruhan kasus yang ditemukan. 


Kasus kusta masih menjadi permasalahan yang kompleks karena adanya stigma yang ada di masyarakat atau pemahaman yang kurang atau keliru tentang kusta. Hal ini pula yang menyebabkan kendala terdeteksinya kasus kusta yang ada di masyarakat sejak dini. 

Selain itu kusta juga bisa menimbulkan disbilitas ganda yaitu disabilitas sensorik maupun motorik.  


Dan permasalahan tersebutlah yang memberi dampak pada segi sosial dan ekonomi terutama mereka yang mengalami kecacatan yang ditimbulkan dari penyakit kusta tersebut.

Program atau kegiatan inklusif diperuntukkan bagi disabilitas dan kusta.



Gerakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat dimaksudkan untuk mengobati maupun mencegah penularan telah diadakan. Jadi bagi masyarakat yang mengalami gejala kusta maupun penyandang disabilitas tak perlu khawatir lagi. Karena akses untuk pengobatan sudah diupayakan sedemikian rupa untuk memfasilitasi bagi yang mengalami hingga sembuh.


Program-program tersebut antara lain:

  1. Melalui Leprosy control. Mengupayakan bagaimana mengendalikan penyakit kusta dan mencegah penularan. Melalui forum SKPD (satuan kerja perangkat daerah) maka dibentuk yah kelompok-kelompok sebagai mediasi agar penyandang disabilitas atau kusta dapat memperoleh layanan kesehatan dengan baik. 

  2. Pencegahan kecacatan pada penderita kusta. Karena kusta, jika tidak dilakukan pengobatan sejak dini atau melakukan perawatan dengan baik dapat menimbulkan kecacatan. 

  3. Program pemberdayaan pada penyandang disabilitas atau kusta. program ini memberikan peluang bagi mereka yang mengalami disabilitas atau kusta untuk mendapatkan informasi lapangan pekerjaan maupun pendidikan dengan lebih baik.

  4. Pengurangan stigma dan diskriminasi. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat, dengan cara komunikasi perubahan perilaku bagi tokoh yang ada di desa maupun kabupaten untuk sama-sama melakukan pengurangan stigma dan diskriminasi terhadap yang mengalami disabilitas atau penderita kusta. 


Pada masa pandemi ini, program-program yang telah dilakukan dan berjalan turut mengalami kendala. Oleh karenanya perlu dilakukan strategi layanan secara inklusif untuk mengatasi permasalahan disabilities maupun kusta, terutama di wilayah kabupaten Subang.


Ada lima strategi yang digunakan pada masa pandemi yaitu:

  1. Mendekatkan layanan yang terintegrasi dan terkolaborasi. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain: mengadakan pengobatan ICF, popylapsis pada mereka yang kontak dengan penderita kusta, pengobatan MDT, serta pengobatan tatalaksana reaksi. Perawatan pada luka penderita kusta yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kecacatan melalui kelompok perawatan diri. Ada juga kelompok perawatan Mandiri yang dipandu oleh perawat profesional terkait pengobatan serta perawatan luka kusta.

  2. Melakukan pengasahan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas kemampuan bagi petugas kesehatan termasuk dokter perawat atau pengurus lintas program lainnya. 

  3. Melakukan peningkatan peran serta masyarakat melalui workshop komunikasi perubahan perilaku bagi tokoh potensial yang ada di desa. Program ini dilakukan anne-marie melakukan pelatihan kader kusta dan edukasi pada masyarakat secara luas.

  4. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan logistik. Pada masa Bani ini beberapa kendala adalah mereka yang mengalami disabilitas atau kusta akan merasa enggan untuk pergi berobat atau ke Puskesmas karena takut adanya pandemi virus. Oleh karenanya melalui petugas terkait obat akan diantar kepada mereka yang mengalami gangguan tersebut. 

  5. Pemenuhan jaminan kesehatan. Program ini akan lebih diprioritaskan bagi mereka yang pernah mengalami kusta maupun disabilitas. 


Upaya mengurangi stigma masyarakat bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan atau penyakit yang sulit disembuhkan maka berikut adalah beberapa hal yang perlu dipahami tentang kusta. 


Beberapa hal yang perlu dipahami tentang kusta terkait perawatan dan pengobatan:

  • Harus berpikir optimis bahwa kusta bisa diobati dan sembuh.

  • Menghindari faktor-faktor pencetus terkait timbulnya reaksi atau gejala pada penderita kusta.

  • Melakukan perawatan pada anggota tubuh yang mengalami gangguan secara teratur untuk menghindari timbulnya kecacatan.

  • Harus segera datang ke layanan kesehatan jika muncul gejala-gejala atau reaksi sehingga bisa dilakukan konsultasi dan pengobatan.

  • Menggunakan pelindung alat bantu untuk mencegah terjadinya kecacatan. 


Inilah edukasi yang bagus untuk masyarakat bagi penyandang disabilitas maupun kusta sehingga akan tertangani dengan baik dan menghindari kecacatan. 

Selain itu stigma tentang kusta harus dirubah karena kusta bisa diobati dan bisa sembuh. Semoga dengan program seperti ini Indonesia bisa terbebas dari penyakit kusta dan disabilitas. Menuju Indonesia sehat dan maju. 





No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah menggunakan blog ini sebagai referensi.